LifePlan

Yakin Keuangan Kamu Sehat?

“Pengeluaran saya ga besar-besar amat kok”

“Aman kok cash flow, masih lebih besar pemasukannya. Masih bisa nabung, tenang aja”

“Investasi pasti ada tiap bulan. Minimal 100 ribu ke Reksa Dana Pasar Uang”

Kalimat-kalimat di atas mungkin udah sering kita dengar dimana-mana. Baik itu dari teman, keluarga, kolega di kantor ataupun di media sosial. Tidak ada yang salah kok. Justru bagus karena sebenarnya menandakan bahwa lingkungan kita sudah peduli tentang keuangan.

Nah ngomong-ngomong keuangan, sebenarnya ada banyak indikator yang menandakan bahwa keuangan kita dalam keadaan sehat atau tidak, persis kayak kesehatan. Di dunia kesehatan kita mengenal dengan yang namanya General Medical Check-Up. Suatu aktifitas berkala 6 sampai 12 bulan sekali untuk mengetahui kondisi kesehatan kita secara umum.

Misalnya pengecekan denyut jantung, pernapasan, suhu tubuh, tekanan darah, pemeriksaan fisik atau bahkan dilakukan pemeriksaan penunjang seperti cek laboratorium (sampel darah, urine), pencitraan (USG dan foto rontgen), rekam jantung dan lain sebagainya. Hal ini ditujukan untuk mengetahui kondisi kesehatan terkini, mendeteksi penyakit yang tidak disertai gejala dan mengetahui risiko-risiko penyakit yang mungkin bisa muncul di kemudian hari.

Di dunia keuangan, ada istilah yang namanya Financial Check-Up. Fungsinya sama dengan General Medical Check Up, yaitu untuk mengetahui kondisi kesehatan, khususnya keuangan. Coba kita bahas satu persatu ya.

  1. Pastikan Pemasukan lebih besar dari Pengeluaran.

Tentunya kita tidak mau kalau pengeluaran kita membebani pemasukan. Pengeluaran bisa diatur sedemikian rupa sehingga tidak ada pemborosan di alokasi-alokasi yang sebenarnya tidak perlu/ tidak butuh. Misalnya jalan-jalan terlalu sering atau beli kopi setiap hari. Jika ternyata pengeluaran yang ada memang dibutuhkan dan tetap lebih besar daripada pemasukan, maka tidak ada cara lain selain menambah sumber pemasukan baru.

  1. Maksimal Cicilan 35%.

Kenapa ga boleh lebih dari 35%? Karena kalau lebih akan mengganggu pengeluaran kita yang lain. Misalnya pengeluaran pokok untuk kebutuhan makan ataupun bayar listrik bulanan. Kalau ternyata kita membutuhkan pembayaran utang lebih besar, usahakan kita bisa menghemat pengeluaran atau menambah pemasukan lain. Sehingga cicilan utang tetap terbayar dan pengeluaran untuk kebutuhan tidak terganggu.

  1. Rasio Utang Terhadap Aset.

Di setiap utang tentu ada yang namanya risiko gagal bayar alias kita tidak mampu untuk membayar utang. Nah alternatif untuk membayar (karena kewajiban) mau ga mau kita akan memanfaatkan aset yang ada untuk tetap bisa dilunasi. Maka, semakin banyak aset kita semakin besar kemampuan kita untuk melunasi utang jika gagal bayar terjadi. Cara memperbesar aset bisa dengan cara berinvestasi (membeli berbagai macam produk investasi), memiliki kendaraan seperti mobil/ motor, rumah, perhiasan, tanah dan lain-lain. Di rasio ini tidak ada angka yang pasti, tapi yang bisa dijadikan patokan adalah semakin kecil rasio nya (utangnya) maka semakin baik. Makin besar rasio utang terhadap asetnya, maka semakin besar kemungkinan aset kita akan diambil untuk membayar utang-utang tersebut.

  1. Nilai Bersih Aset Investasi.

Tujuan dari besarnya rasio ini adalah menunjukkan besarnya aset yang telah diinvestasikan dibandingkan nilai bersih kekayaan. Nilai bersih kekayaan didapatkan dari selisih total aset dan total utang. Nilai bersih kekayaan memang baik jika besar. Tapi akan lebih baik jika persentase dari aset yang kita miliki adalah berupa aset investasi. Idealnya adalah minimal 50%. Misalnya kita punya aset dengan total Rp 2 Miliar. Nah jika 1 M nya berupa mobil, tanah dan kendaraan, maka ada baiknya sisanya atau Rp 1 Miliar lagi berupa aset investasi. Seperti reksa dana, emas fisik atau digital, saham, franchise bisnis dan lain sebagainya.

  1. Rasio Likuiditas.

Selain ada alokasi atau persentase aset investasi dalam total aset yang kita miliki, maka ada baiknya ada aset yang berbentuk liquid (mudah dicairkan). Fungsinya bisa sebagai dana darurat yang jika dibutuhkan akan mudah untuk diambil. Misalnya bisa disimpan di rekening bank atau reksa dana. Jika belum menikah maka dana darurat yang direkomendasikan adalah 3x jumlah pengeluaran bulanan. Jika sudah menikah 6x dari pengeluaran bulanan. Jika sudah menikah dan punya anak maka dana daruratnya adalah 12x pengeluaran bulanan. Dana darurat dapat difungsikan sebagai alternatif pemasukan jika tidak pemasukan rutin mengalami kendala (misal: dirumahkan atau dalam proses mencari pekerjaan baru). Jika punya dana darurat 12x dari pengeluaran maka selama 12 bulan Sobat Fina akan aman kalau tidak pemasukan/ tersendat pemasukan rutinnya.

  1. Kemampuan Menabung.

Nah ini penting banget. Kalau bisa minimal 10% dari pemasukan rutin bulanan bisa dialokasikan untuk menabung. Jangan disisakan di akhir. Untuk melatih kedisiplinan, menabung ada baiknya dilakukan di awal bulan ketika kita menerima gaji. Kalau ternyata di akhir ada sisa, ya ditabung lagi.

Beberapa indikator diatas bisa kita jadikan patokan apakah keuangan kita sehat atau tidak. Financial Check Up bisa kita lakukan secara berkala 6 sampai 12 bulan sekali. Tidak hanya mendeteksi keuangan sehat atau tidak, Financial Check Up yang baik akan memberikan rekomendasi langkah-langkah keuangan apa yang bisa kita lakukan kedepannya agar kondisi keuangan kita menjadi sehat dari sakit atau semakin sehat dari kondisi biasanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *