
Syarat Sebelum Investasi Yang Perlu Diketahui Investor
4 syarat sebelum investasi – sebelum memulai investasi terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh kita selaku investor. Mulai dari memiliki pengetahuan yang cukup terkait jenis dan karakteristik instrumen atau produk investasi yang tersedia, hingga memiliki perencanaan yang matang pada saat tahap eksekusinya. Bagi kalian yang akan memulai investasi berikut 4 syarat sebelum investasi yang perlu dipenuhi.
1. Cash Flow Keuangan Positif
Syarat sebelum investasi pertama yang perlu diperhatikan adalah mengetahui kondisi cash flow keuangan kita.
“cash flow merupakan gambaran mengenai kondisi keuangan kita berdasarkan jumlah uang yang masuk (pendapatan) dan jumlah uang yang keluar (pengeluaran)”.
Kondisi cash flow keuangan setiap orang tentunya akan berbeda, tergantung dari bagaimana caranya mengelola uang. Cash flow bisa positif artinya penghasilan lebih besar daripada pengeluaran, sebaliknya negatif artinya penghasilan lebih kecil daripada pengeluaran. Sebelum mulai berinvestasi sebaiknya cash flow keuangan kita positif, sehingga jangan sampai memaksakan diri untuk investasi tetapi kita harus berutang untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Kunci cash flow positif terletak pada rencana anggaran keuangan (budgeting). Syaratnya keuangan kita dipastikan tidak boleh besar pasak daripada tiang. Saat membuat anggaran keuangan, penghasilan perlu dialokasikan kedalam beberapa pos pengeluaran seperti kebutuhan primer, kebutuhan sekunder, cicilan utang (debt ratio), hingga tabungan dan investasi (saving ratio).
“saving ratio adalah jumlah uang yang dialokasikan untuk tabugan dan investasi dibandingkan dengan pendapatan bulanan. Idealnya saving ratio itu 30% dari penghasilan, paling minimal 10%. Misalkan penghasilan kita 10jt idealnya alokasi untuk tabungan dan investasi itu Rp. 3 juta setiap bulannya”.
2. Melunasi Utang
Syarat sebelum investasi kedua yang perlu kita perhatikan selanjutnya adalah menyelesaikan kewajiban utang. Memang tidak bisa digeneralisir karena setiap orang tentunya memiliki kondisi dan prioritas yang berbeda.
Namun idealnya kewajiban utang ini diselesaikan sebelum memulai investasi, khususnya jika utang tersebut memiliki bunga yang tinggi dan jangka waktunya panjang. Hal yang ditakutkan jika kita menundanya adalah nilai cicilan utang semakin menggunung nilainya.
Meskipun dalam aplikasinya utang bisa dijadikan salah satu strategi untuk mencapai tujuan keuangan, seperti umumnya kepemilikan rumah yang dilakukan dengan cara KPR melalui bank. Namun perlu diingat bahwa utang ini juga ada aturannya, diantaranya :
- Cicilan utang sebaiknya digunakan untuk keperluan produktif bukan konsumtif.
- Jangka waktu penggunaan barang lebih lama dari jangka waktu cicilan utang.
- Alokasi nilai cicilan utang (debt ratio) nilainya dibatasi.
Debt ratio merupakan jumlah uang yang dialokasikan untuk membayar utang dibandingkan dengan pendapatan bulanan. Idealnya debt ratio seseorang itu tidak lebih dari 30%, dengan catatan itu pun untuk utang produktif bukan konsumtif ya. Misalkan penghasilan kita Rp. 10 juta, maka idealnya nilai cicilan utang yang kita miliki maksimal Rp. 3 juta.
“semakin kecil debt ratio semakin baik pengaruhnya pada kondisi keuangan kita. jika persentase debt ratio besar dikhawatirkan berdampak pada kondisi keuangan kita, salah satunya sulit bagi kita untuk menyisihkan untuk tabungan dan investasi, atau resiko paling buruk adalah gagal bayar”.
3. Punya Dana Darurat
Syarat sebelum investasi ketiga yang perlu diperhatikan adalah memiliki dana darurat. Meski peruntukannya untuk menutupi biaya yang kemungkinan muncul diakibatkan oleh satu kondisi darurat yang terjadi diluar rencana.
Keberadaan dana darurat ini juga ditujukan untuk melindungi investasi jangka panjang yang kita miliki supaya tidak terganggu. Konteks tidak terganggu disini adalah ketika terjadi kondisi darurat, tentunya kita tidak ingin jika dana investasi yang sudah kita siapkan selama ini terpakai.
Investasi jangka panjang di instrumen pasar modal seperti saham, reksadana campuran atau reksadana saham tentunya berisiko karena sifatnya yang sangat fluktuatif. Bayangkan jika kita sudah memiliki investasi jangka panjang namun tidak memiliki dana darurat, lalu menghadapi kondisi darurat yang mengharuskan kita mengeluarkan biaya yang besar misalkan disaat nilai investasi kita sedang turun. Berkaca pada kondisi tersebut, kemungkinan kita mengalami dua kerugian sekaligus.
“pertama, investasi jangka panjang kita menjadi terganggu karena harus menjual aset investasi kita untuk memperoleh dana tunai untuk kebutuhan darurat. kedua, kita mengalami kerugian karena investasi yang kita miliki tersebut dijual disaat kondisi yang kurang ideal (nilainya sedang turun)”.
4. Kenali Profil Resiko Sendiri
Syarat sebelum investasi terakhir yang perlu diperhatikan adalah kita perlu mengenai profil resiko sendiri selaku investor. Selalu ada resiko dalam investasi, apapun itu. Hal mendasar yang membedakan adalah tingkat risikonya yang berbeda sesuai dengan jenis instrumen atau produk investasi yang dipilih.
Dengan demikian resiko tersebut perlu dikelola, salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah memilih instrumen atau produk investasi yang sesuai dengan tujuan dan profil resiko kita. Secara umum terdapat tiga karakteritik profil resiko investor : konservatif, moderat, dan agresif.
Konservatif – investor dengan kategori konservatif ini memiliki tingkat toleransi paling rendah (risk averse investor). Cenderung memilih instrumen investasi yang aman dengan imbal hasil yang sudah diketahui, seperti instrumen deposito. Keamanan atas modal investasi menjadi pertimbangan utama dalam memilih instrumen investasi.
Moderat – investor kategori moderat cenderung berani mengambil resiko dalam batasan tertentu (risk neutral investor). Menyadari resiko sebagai konsekuensi untuk mendapatkan imbal hasil yang lebih tinggi seperti reksadana pendapatan tetap, emas dan obligasi. Tipikal investor yang hati-hati saat memilih instrumen investasi dengan membatasi jumlah investasi pada instrumen beresiko.
Agresif – investor kategori agresif ini cenderung berani mengambil resiko yang lebih tinggi (risk seeker investor), sehingga berani menempatkan sebagian besar asetnya pada instrumen investasi beresiko seperti saham, reksadana campuran dan reksadana saham.

