Move On dari Nabung ke Investasi
Investasi

Move On dari Nabung ke Investasi

“Ah, saya gak butuh investasi. Nabung aja udah cukup.”

“Emangnya kenapa harus investasi? Nabung bukannya sama aja ya?”

Pernah dengar pernyataan seperti diatas? Atau malah kamu pernah nanya kaya gitu juga? Mungkin kamu belum pernah tahu bedanya nabung dan investasi, jadinya belum punya bayangan tentang pentingnya move on dari nabung ke investasi.

Menurut pakar keuangan Halofina, Mohammad B. Teguh, move on dari nabung ke investasi itu adalah sebuah tahapan yang harus dialui oleh seseorang. Kalau kamu mau mulai berinvestasi, kebiasaan menabung rutin bisa kamu jadikan langkah awal.

“Jika menabung itu merupakan aktivitas menyisihkan sebagian penghasilan kita (income not to spend), maka merupakan upaya kita untuk menghasilkan tingkat imbal hasil yang lebih tinggi dibandingkan cuma nabung”.

Dua definisi berbeda, namun saling berkaitan. Faktanya nabung aja gak cukup untuk memenuhi kebutuhan kita di masa depan. Perlu dipahami juga, investasi itu sesungguhnya bukan untuk menumpuk-numpuk harta ya, tapi untuk mencapai tujuan investasi di masa mendatang. Prinsipnya sama dengan menabung, hanya saja melalui investasi kita mengharapkan tingkat imbal hasil yang lebih tinggi.

Gimana cara menentukan tujuan investasi?

Untuk mulai menentukan tujuan investasi, kamu bisa mulai dari kebutuhan yang sudah pasti kamu harus penuhi di masa depan. Misalnya, biaya pendidikan anak (kuliah) kita kelak, karena kita sadar biaya pendidikan itu selalu meningkat setiap tahunnya, bahkan tingkat inflasinya lebih tinggi dibandingkan tingkat inflasi pada umumnya, mencapai 10-15%. Nah itu sebabnya alasan utama untuk mempersiapkannya dari sekarang.

Berapa biaya yang harus saya kumpulkan melalui investasi?

Nah, untuk memudahkan pertanyaan ini kita simulasikan menggunakan tujuan investasi mempersiapkan pendidikan (kuliah) anak. Pertama nilainya tentu bervariasi, tergantung dari universitas yang dipilih (kampus negeri / swasta, lokal atau luar negeri), sehingga nominalnya akan sangat berbeda dan cara pemenuhannya juga akan berbeda. 

Lead advisor Halofina, Eko Pratomo, punya satu cara mudah buat menghitung estimasi kebutuhan biaya kita di masa depan, yaitu dengan menggunakan aturan 72, sebuah metode sederhana menghitung cepat untuk mengetahui berapa lama uang kamu untuk menjadi 2 kali lipat di tingkat imbal hasil tertentu.

Misalkan saat ini kamu punya uang Rp. 50 juta, nah berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menjadikan nilainya Rp. 100 juta jika diinvestasikan pada instrumen investasi dengan tingkat imbal hasil 6% p.a? Dengan aturan 72 kita bisa menghitungnya dengan rumus 72 : 6 = 12, artinya jangka waktu yang dibutuhkan adalah 12 tahun.

Aturan 72 juga bisa digunakan untuk menghitung future value (nilai masa depan) karena adanya inflasi. Sebagai contoh ilustrasi kita gunakan biaya pendidikan kuliah tadi, misalkan saat ini anak kita usianya 6 tahun yang artinya masih ada 12 tahun untuk mempersiapkan biayanya (asumsi anak kita masuk kuliah di usia 18 tahun). Jika tingkat inflasi pendidikan misalkan 6% p.a, artinya jika biaya kuliah S1 saat ini Rp. 50 juta, itu artinya 12 tahun ya biayanya menjadi Rp. 100 juta.

Jadi, saya harus move on dari nabung ke investasi?

Survey Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun 2017 mengatakan tingkat literasi keuangan di Indonesia masih berada di bawah 30%, atau bisa dikatakan sangat rendah. Salah satu aspek survey yang dilakukan terkait apakah seseorang memahami konsep inflasi dan implikasinya terhadap kondisi keuangan dan kehidupannya.

“Inflasi adalah kenaikan harga-harga barang secara kontinu yang disebabkan oleh banyak faktor. Di satu sisi inflasi juga berdampak pada menurunnya nilai tukar mata uang”.

Jika seseorang memilih untuk menabung saja tanpa berinvestasi, maka hampir pasti bahwa harta yang dia miliki akan terkena inflasi. Sementara dengan investasi, kamu bisa memilih instrumen investasi yang return-nya di atas nilai inflasi. Tujuannya agar nilai aset yang kamu miliki terus naik dan tidak tergerus inflasi di masa depan.

Sebagai ilustrasi, kita coba buat perbandingan menabung dengan berinvestasi di produk reksadana pasar uang dengan modal Rp. 1 juta. Reksadana pasar uang dipilih, karena secara portofolio asetnya banyak di alokasikan di instrumen deposito dan surat utang (obligasi) jangka pendek, sehingga karakteristiknya cenderung stabil seperti tabungan.

Berdasarkan informasi dari situs bank swasta di Indonesia, untuk nominal simpanan Rp. 1 juta tingkat imbal hasil yang ditawarkan hanya 0,15% p.a, yang artinya dalam setahun kita hanya mendapatkan imbal hasil sebesar Rp. 1.500 (belum termasuk potongan pajak dan biaya administrasi bulanan). 

Berbeda ketika kalian menginvestasikan uang tersebut di produk reksadana pasar uang. Merujuk pada data di Bloomberg (pada saat tulisan ini dibuat), produk reksadana pasar uang jika di rata-rata memberikan imbal hasil 5,45% p.a, yang artinya dalam setahun kalian mendapatkan imbal hasil sebesar Rp. 54.500 (tanpa ada potongan pajak). Semoga dari ilustrasi yang diberikan kalian paham kenapa investasi merupakan upaya yang perlu dilakukan untuk melawan inflasi.

Untuk mengetahui instrumen investasi apa yang sesuai dengan tujuan investasi yang kamu ingin capai, kamu bisa menggunakan aplikasi Halofina sebagai penasihat dan pengelolaan keuangan digital kamu. 

Dengan Halofina, kamu tinggal memasukan data diri dan keuangan kamu, untuk mendapatkan rekomendasi Lifeplan, dan rekomendasi investasi yang sesuai dengan profil risiko dan profil menabung kamu.

Yuk, move on dari nabung ke investasi!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *