Investasi

Mengenal P2P Lending

Saat ini P2P sudah mulai marak di Indonesia. Per akhir Februari 2022, sudah terdapat 102 perusahaan P2P Lending yang sudah mengantongi izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Jumlah ini sudah jauh berkurang dibandingkan pada 2019 sebanyak 164 perusahaan. 

Secara umum, P2P menjembatani 2 pihak yang berkepentingan, yaitu

  • Pihak yang membutuhkan dana/ peminjam dana
  • Pihak yang memiliki kelebihan dana/ pemberi dana

Konsep seperti sama halnya dengan marketplace yang sudah Sobat Fina ketahui sebelumnya. Marketplace pada dasarnya mempertemukan antara pihak yang menjual dan membeli suatu barang melalui teknologi berupa platform. 

Dengan adanya P2P Lending maka terjadi efisiensi, karena transaksi menjadi begitu mudah, fleksibel dan transparan. 

Fungsi P2P Lending sendiri sama halnya dengan bank yang berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan dana lalu di saat yang sama bank juga memberikan kredit kepada pihak yang membutuhkan dana. Jika kita menyimpan sejumlah dana, maka kita akan mendapatkan bunga, misalnya 5%. Nah jika kredit atau uang yang diberikan kepada pihak yang membutuhkan dana, misalnya pelaku UMKM, dikenakan kredit sebesar 9%. Maka selisih 4% tersebutlah yang akan menjadi keuntungan yang diterima oleh bank untuk biaya operasional yang mereka miliki.

Dengan berkembangnya teknologi, maka P2P lending memberikan transparansi berupa project/ usaha mana yang sedang membutuhkan sejumlah dana untuk mendanai project/ usaha tersebut sekaligus memberikan gambaran berapa imbal hasil yang diberikan kepada pemodal dalam jangka waktu tertentu.

Namun juga perlu diperhatikan dan dipahami hal-hal berikut:

  • Jika ada keuntungan tinggi, maka ada risiko tinggi juga. Hukum ini tidak hanya berlaku pada investasi seperti P2P Lending, namun juga pada deposito, reksa dana, saham dan produk investasi lainnya.
  • Jika ada platform P2P Lending yang memberikan asuransi/ jaminan kepada pemberi dana jika terjadi gagal bayar. Yang perlu menjadi pertanyaan adalah, “Jika ada faktor kesengajaan oleh peminjam dana untuk tidak mengembalikan modal sekaligus imbal hasil, apakah tidak merugikan pihak yang memberikan asuransi/ jaminan?”. Dengan kondisi ini terjadi, maka dapat seenaknya bagi peminjam dana untuk tidak membayar/ mengembalikan dana tersebut.
  • Untuk dapat menentukan P2P Lending mana yang baik, indikator pertama yang bisa Sobat Fina jadikan parameter adalah TKB. TKB adalah Tingkat Keberhasilan. Dimana makin tinggi angka yang tertera (dalam persentase), maka semakin baik P2P lending tersebut.

P2P sama dengan pinjaman online. Pembedanya adalah P2P Lending berupa pinjaman produktif, kalau pinjaman online (pinjol) pinjamannya konsumtif. Untuk pinjol biasanya bunga nya lebih tinggi.

P2P Lending tidak hanya dilihat dari investor/ pihak pemberi dana yang mendapatkan imbal hasil di akhir jatuh tempo, tapi juga kebermanfaatan yang dapat diterima oleh pihak yang membutuhkan dana. Kebermanfaatan yang diterima dapat berupa kemudahan dalam mendapatkan modal/ pinjaman dana, proses yang cepat, fleksibel dan transparansi yang jelas dan manfaat lainnya yang bisa jadi tidak selalu bisa didapatkan jika meminjam dana/ modal dari cara konvensional seperti bank.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *